A. BIOGRAFI SINGKAT NABI MUHAMMAD
SAW
Nasab-nya
ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib (namanya Syaibatul Hamd) bin
Hisyam bin Abdi Manaf (namanya al-Mughirah) bin Qushayyi (namanya Zaid) bin
Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin
an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin
Mu’iddu bin Adnan.
Itulah
batas nasab Rasulullah saw yang telah disepakati. Selebihnya dari yang telah
disebutkan masih diperselisihkan. Tetapi, hal yang sudah tidak diperselisihkan
lagi ialah, bahwa Adnan termasuk anak Ismail, Nabi Allah, bin Ibrahim, kekasih
Allah. Dan bahwa Allah telah memilihnya (Nabi saw) dari kabilah yang paling
bersih, keturunan yang paling utama dan suci. Tak sedikit pun dari karat-karat
jahiliyah menyusup ke dalam nasabnya.
Nabi
Muhammad saw dilahirkan pada tahun gajah, yakni tahun dimana Abraham al-Asyram
berusaha menyerang Mekah dan menghancurkan Ka’bah. Lalu Allah menggagalkannya
dengan mu’jizat yang mengagumkan, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an.
Menurut riwayat yang paling kuat jatuh pada hari Senin malam, 12 Rabi’ul Awwal.
Ia
dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya Abdullah, meninggal ketika ibunya
mengandungnya dua bulan. Lalu ia diasuh oleh kakeknya, Abdul-Muththalib, dan
disusukannya-sebagaiman tradisi Arab pada waktu itu-kepada seorang wanita dari
Bani Sa’d bin Bakar, bernama Halimah binti Abu Dzu’aib.
Ketika
sudah berumur enam tahun, ibunya, Aminah, meninggal dunia. Kemudian berada
dalam asuahan kakeknya, Abdul Muththalib. Tetapi setelah genap berusia delapan
tahun, ia ditinggal mati oleh kakeknya. Setelah itu ia diasuh oleh pamannya,
Abu Thalib.
B.
SEKILAS KONDISI OBJEKTIF MASYARAKAT ARAB PRA-RISALAH
Untuk
mengenal metode pengembangan dakwah yang dilakukan Rasulullah, terlebih
dahulu mengenal situasi dan kondisi masyarakat Arab pra-Islam (sebelum risalah
Muhammad saw) sebagai kondisi objektif mad`u yang dihadapi Rasulullah.
Sebelum
risalah Nabi Muhammad saw., kondisi kehidupan masyarakat Arab secara umum
dikenal sebagai masyarakat Jahiliyah, zaman kebodohan, atau dalam istilah
Al-Qur`an diisyaratkan sebagai kehidupan adz-dzulumat. Dekandesi moral
masyarakat tampak dalam aktifias tercelanya seperti minum-minuman keras,
berjudi, berzina, riba dan mengubur anak perempuan hidup. Disebut
demikian, karena kondisi sosial, politik, dan kehidupan spiritualnya, yang
dalam waktu cukup lama, tidak memiliki nabi, kitab suci, ideology agama, dan
tokoh besar yang membimbingnya. Mereka tidak memiliki sistim pemerintahan dan
hukum yang ideal, dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Tingkat
keberagamannya hampir kembali pada masyarakat primitif yang jauh dari nur
Ilahi.
Mereka
terpecah belah menjadi berbagai suku yang saling bermusuhan sehingga secara
politis tidak mengenal sistim pemerintahan pusat yang dapat mengendalikan
perpecahan dan permusuhan. Sebagian mereka belum mengenal sistim hukum. Hukum
yang berlaku bagaikan hukum rimba, yang kuat menindas yang lemah.
Secara
geografis dan demografis, wilayah Arab merupakan daerah gersang dan mata
pencaharian sebagai besar penduduknya adalah beternak. Kelompok bangsawan
menguasai hubungan perdagangan domestik dan luar negeri. Sistim perekonomian
didominasi oleh kaum aristokrat yang konglomerat. Masyarakat pada umumnya
miskin dan menderita, sebagai akibat dari kesenjangan sosial ekonomi yang
melahirkan ketidakadilan dan penindasan.
Dari
segi kebudayaan, masyarakat Arab terkenal mahir dalam bidang bahasa dan syair
(sastra). Bahasanya sangat kaya sebanding dengan bahasa bangsa Eropa dewasa
ini. Hal tersebut merupakan kontribusi yang cukup penting dalam pengembangan
dan penyebaran Islam. Menurut Pilihip K. Hitti, keberhasilan penyebaran Islam
di antaranya didukung oleh keleluasaan bahasa Arab, khususnya bahasa
Al-Qur`an. Namun, kemajuan kebudayaan mereka dalam bidang sya`ir
khususnya, diwarnai semangat kesukuan.
Adapun
dari sisi keagamaan, mayoritas masyarakat bangsa Arab merupakan penyembahan
berhala, kecuali sebagian kecil menganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain
penyembah berhala, ada juga yang menyembah matahari, bintang, dan angin. Di
antara mereka ada yang atheis, tidak mempercayai Tuhan YME., adanya hari
pembalasan, dan tidak mempercayai keabadian jiwa manusia. Setiap daerah dan
suku mempunyai dewa dewi (berhala). Di antara berhala yang paling dipuja merka
adalah Al-Uzza, Al-Latta, Manah, dan Hubbal. Tidak kurang dari 360 berhala yang
ditata disekeliling kabah untuk disembah. Setiap tahun masyarakat Arab datang
ke kabah untuk melakukan penyembahan massal terhadap berhala tersebut,
bersamaan dengan diselenggarakannya pekan raya yang dikenal dengan Pekan Raya
Ukaz.
Dalam
kondisi sosial dan moral, khususnya yang berkaitan dengan martabat kaum wanita,
masyarakat Arab pra-Islam memandang bahwa wanita ibarat barang mainan, binatang
piaraan, atau lebih hina. Wanita sama sekali tidak mendapatkan penghormatan
sosial dan tidak memiliki hak apa pun. Derajat wanita pada waktu itu menempati
kedudukan yang terendah sepanjang sejarah umat manusia.
Adapun
faktor positif dari sifat dan karakter masyarakat Arab, antara lain adalah:
mempunyai ketahanan fisik yang perima; pemberani, daya ingat yang kuat,
kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku
dan pemimpinnya, pola kehidupannya sederhana, ramah tamah, dan mahir dalam
bersyair. Namun, sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya
karena diselimuti kondisi ketidak adilan, kekejaman, dan keyakinan terhadap
khurafat.
C.
TAHAPAN DA’WAH RASULULLAH SAW
1.
Da’wah Secara Rahasia (Sirriyatud Da’wah)
Nabi
mulai menyambut perintah Allah dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah
semata dan meninggalkan berhala. Tetapi da’wah Nabi ini dilakukannya secara
rahasia untuk menghindari tindakan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik
terhadap kemusyrikan dan paganismenya. Nabi saw tidak menampakan da’wah di
majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali
kepada orang-orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang
pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra, Ali bin Abi Thalib,
Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan anak angkatnya, Abu bakar bin
Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair bin Awwan, Abdur-Rahman bin Auf, Sa’ad
bin Abi Waqqash dan lainnya.
Mereka
ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka ingin
melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah seraya
bersembunyi dari pandangan orang Quraisy.
Ketika
orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita,
Rasulullah memilih rumah salah seseorang dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin
Abil Arqam, sebagai tempat pertama untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran.
Da’wah pada tahap ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah
menganut Islam. Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan
orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kedudukan.
Dakwah
Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi. Dan Ibnu Ishaq
menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga tahun. Demikian
pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup ini berjalan selama tiga
tahun.
2. Da’wah
Secara Terang-terangan (Jahriyatud Da’wah)
Ibnu
Hisyam berkata: kemudian secara berturut-turut manusia, wanita dan lelaki,
memeluk Islam, sehingga berita Islam telah tersiar di Mekah dan menjadi bahan
pembicaraan orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan
mengajak kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah
saw melakukan da’wah secara tersembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya:
“Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepdamu dan
janganlah kamu pedulikan orang musyrik.”(al-Hijr
: 94)
“Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang
terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 214-215)
Dan katakanlah, “sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang menjelaskan.” (al-Hijr:
89)
Pada
waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah, kemudian
menyambut perintah Allah, “Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan
janganlah kamu pedulikan orang-orang musyrik” dengan
pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil, “Wahai Bani Fihir, wahai Bani ‘Adi,“
sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan
orang untuk melihat apa yang terjadi. Maka Nabi saw berkata, “Bagaimanakah
pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda
musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku?”Jawab mereka,
“Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta. “ kata Nabi, “Ketahuilah,
sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari sisksa
pedih.” Kemudian Abu lahab memprotes, “Sungguh celaka kamu sepanjang hari,
hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami. “Lalu turunlah firman Allah:
”Binasalah
kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.”
Kemudian
Rasulullah saw turun dan melaksanakan firman Allah, ”Dan berilah peringatan
kepada kerabatmu yang terdekat” dengan mengumpulkan semua keluarga dan
kerabatnya, lalu berkata kepada mereka, “Wahai Bani Ka’b bin Lu’ai,
selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’b, selamatkanlah
dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah dirimu dari api
neraka! Wahai Bani Abdul Muthalib, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai
Fatimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa
dapat membela kalian di hadapan Allah, selain bahwa kalian mempunyai tali
kekeluargaan yang akan aku sambung dengan hubungannya.”
Da’wah
Nabi saw secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak oleh bangsa Quarisy,
dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah
mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan sudah menjadi bagian dari tradisi
kehidupan mereka. Pada saat itulah Rasullulah mengingatkan mereka akan perlunya
membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taqlid. Selanjutnya di jelaskan
oleh Nabi saw bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat memberi
faidah atau bahaya sama sekali. Dan, bahwa turun-temurunya nenek moyang mereka
dalam menyembah tuhan-tuhan itu tidak dapat dijadikan alasan untuk
mengikuti mereka secara taqlid buta. Firman Allah menggambarkan mereka:
Dan
apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah,”mereka menjawab,”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti
juga,) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu pun, dan tidak
mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170)
Ketika
Nabi saw mencela tuhan mereka, membodohkan mimpi mereka, dan mengecam tindakan
taqlid buta kepada nenek moyang mereka dalam menyembah berhala, mereka
menentang dan sepakat untuk memusuhinya, kecuali pamannya, Abu Thalib, yang
membelanya.
D.
PRINSIP-PRINSIP DA’WAH RASULULLAH
Prinsip
dakwah Rasulullah saw dapat diturunkan dari fase atau pembabakan kehidupan
Muhammad saw. Banyak ahli yang merumuskan kehidupan Rasulullah dalam
beberapa fase, yakni fase pertamaMuhammad
saw sebagai pedagang, fase kedua Muhammad
saw sebagai nabi dan rasul. Kedua fase ini berlangsung dalam periode
Mekah. Fase ketiga Muhammad saw sebagai politisi dan negarawan, danfase
keempat Muhammad saw sebagai pembebas. Fase ketiga dan keempat
berlangsung dalam periode Madinah.
Dari
keempat fase tersebut, terlihat bahwa perjuangan Rasululllah saw dalam
menegakan amanat risalahnya, mengalami perkembangan dan peningkatan yang cukup
penting, strategis, dan sistimatis, menuju keberhasilan dan kemenangan yang
gemilang, terutama dengan terbentuknya masyarakat muslim di Madinah dan
terjadinya futuh Mekah.
Juga sebagai dasar bagi perkembangan dan perjuangan untuk menegakan dan
menyebarkan ajaran Islam ke segala penjuru dunia.
Dilihat
dari langkah-langkah dan sudut pandang pengembangan dan pembangunan masyarakat,
terdapat tiga posisi penting fungsi Rasulullah saw sebagai figur pemimpin umat,
yakni: Pertama,
Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat, kedua, Rasulullah saw sebagai pendidik masyarakat,ketiga Rasulullah
saw sebagai negarawan dan pembangun masyarakat.
Rasulullah
saw sebagai peneliti masyarakat, berlangsung ketika beliau menjadi pedagang.
Ketika itu beliau sering kali melakukan perjalanan ribuan mil ke sebelah utara
jazirah Arab. Dalam perjalannya, Rasulullah saw berhubungan dengan berbagai
ragam orang dari berbagai bangsa, suku, agama, bahasa, tradisi, dan kebudayaan,
dengan bermacam watak dan sifatnya. Beliau berinteraksi dan berkomunikasi
dengan berbagai agama dan kepercayaan yang dianut; yaitu Yahudi, Nasrani,
Majusi, dan orang-orang Romawi.
Dalam
perjalannya ini, beliau mengadakan fact-finding, (menghimpun data dan fakta) mengenai berbagai aspek
hidup dan kehidupan berbagai bangsa. Hal ini menjadi pengalaman dan pengetahuan
beliau tentang geografis, sosiologis, etnografis, religius, psikologis, antropologis,
karakter dan watak dari berbagai bangsa. Pengeahuan tentang situasi dan kondisi
ini sangat bermanfaat dalam menentukan taktik, strategi, dan metode
perjuangannya.
Dari
data dan fakta yang menjadi pengetahuan dan pengalamannya itu, Rasulullah saw
sering mengadakan tafakur (merenung), dan kadang-kadang berkhalwat, bersemedi (tahannus)
di suatu tempat sunyi yang terkenal dengan Gua Hira. Di tempat inilah beliau
mengolah, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengambil kesimpulan yang akan
menjadi bahan pertimbangan dalam sikap, langkah, dan pendekatan strategi
perjuangan hidup dan kehidupannya. Objektivitas, akurasi, dan validitas
hasil penelitian dan perenungan itu tidak diragukan lagi karena beliau
termasyhur sebagai orang jujur (al-amin). Kesimpulan utama dari hasil
penelitian dan perenungan adalah masyarakat Arab harus diselamatkan dari
jurang kehancuran serta membangun landasan yang baru. Upaya kerja keras
Rasulullah saw dalam mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapinya itu,
kemudian dijemput oleh hidayah ilahi dengan turunnya wahyu pertama, lima ayat
surat al-alaq. Dengan ayat Al-Qur’an yang mulia inilah, dimulai kegiatan dakwah
dan risalah Islamiyah yang ditugaskan kepada Muhammad Ibn Abdillah untuk
disampaikan kepada segenap manusia, melalui pembinaan dan pendidikan yang
berdasarkan la ilaha illa al-llah (nilai
dasar ketahuidan).
Dengan
demikian, dari turunnya wahyu pertama ini, Rasulullah saw mulai berfungsi
sebagai pendidik dan pembimbing masyrakat (social educator), melalui
perombakan dan revolusi mental masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah berhala
yang merendahkan derajat kemanusiaan dan tidak menggunakan akal pikiran yan
sehat, tidak memiliki peri kemanusiaan dan menghinakan kaum wanita dan
sebagainya, menuju sikap mental yang mengangkat derajat kemanusiaan yang penuh
percaya diri dan hanya menyembah dan memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Adapun
sistim pembinaan dan pendidikan yang dikembangkan Rasulullah saw adalah sistim
kaderisasi dengan membina beberapa orang sahabat. Kemudian para sahabat ini
mengembangkan Islam ke berbagai penjuru dunia. Dimulai dari Khulafa
Ar-Rasyidin, kemudian generasi berikutnya. Dimulai dari pembinaan dan
kaderisasi di Mekah yang agak terbatas, kemudian dikembangkan di Madinah dengan
membentuk komunitas muslim di tengah-tengah masyrakat Madinah yang cukup
heterogen. Pembinaan dan pendidikan di Mekah lebih dioerientasikan pada
pembinaan ketauhidan sehingga ayat Al-Qur’an yang turun dalam periode ini lebih
ditekankan pada pembinaan akidah dan ibadah. Ayat-ayat dan surat yang turun
biasanya pendek-pendek dan diawalii ungkapan “Ya ayyuha an-nasa”.
Adapun
di Madinah, pembinaan yang dilakukan Rasulullah saw lebih banyak ditekankan
pada pembentukan masyarakat muslim di tengah-tengah masyarakat nonmuslim.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di periode ini lebih ditekankan pada
masalah muamalah, sistim kemasyarakatan, kenegaran, hubungan sosial,
hubungan antaragama (toleransi), ta’awun, ukhuwah, dan sebagainya. Ayat-ayat
yang turun pada periode ini biasanya panjang-panjang dan diawali ungkapan “Ya
ayyuha al-ladzina amanu”.
Pada
peride Madinah ini, lahirlah suatu peristiwa yang monumental dan sangat penting
sebagai cermin bagi kehidupan beragama dan bermasyarakat di masa mendatang,
yakni terumuskannya suatu naskah perjanjian dan kerja sama antara kaum muslimin
dan masyarakat Madinah (nonmuslim), yang kemudian terkenal dengan sebutan
Piagam Madinah
Di
Madinah itulah Rasulullah saw mulai membangun sistim hukum, tatanan masyarakat,
dan kenegaraan. Fungsi Rasulullah saw meningkat dari fungsi pendidik menjadi
negarawan pembangun masyarakat (community builder) atau pembangun Negara
(state builder). Di bawah pembinaan dan kepemimpinan Rasulullah saw,
kota Madinah menjadi sebuah kota masyarakat yang beradab, sadar hukum, penuh
toleran, bersikap saling tolong menolong, dihiasi persaudaraan dan semangat
kerja sama antara warga masyarakat. Gambaran masyarakat seperti itu, kemudian
dikenal dengan sebutan masyarakat madani.
Pada
masa awal-awal perkembangan Islam, masyarakat Islam menampilkan diri sebagai
masyarakat alternative, yang memberi warna tertentu pada kehidupan manusia.
Karakter yang paling penting yang ditampilkan oleh masyarakat Islam ketika itu
adalah kedamaian dan kasih sayang.
Masyarakat
model seperti ini tampil di tengah kehadiran Rasulullah saw, baik di Mekah atau
Madinah, yang banyak disebut sejarawan sebagai model masyarakat ideal dalam
level masyarakat Arab yang masih sangat sederhana. Sejumlah karakteristik
penting yang diperlihatkan masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw ini,
diantaranya adalah: memiliki akidah yang kuat dan konsisten dalam beramal
(berkarya). Semua itu dipandu oleh kepemimpinan yang penuh wibawa.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip dakwah Rasulullah saw, yaitu
sebagai berikut:
- Mengetahui
medan (mad’u) melalui penelitian dan perenungan.
- Melalui
perncanaan pembinaan, pendidikan, dan pengembangan serta pembangunan
masyarakat.
- Bertahap,
diawali dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah), kemudian cara
terbuka (marhalah alaniyyah). Diawali dari keluarga dan teman
terdekat, kemudian masyarakat secara umum.
- Melalui
cara dan strategi hijrah, yakni menghindari siutasi yang negative untuk
menguasai suasana yang lebih positif.
- Melalui
syiar dan pranata Islam, antara lain melalui khotbah, adzan, iqamah, dan
shalat berjamaah, ta’awun, zakat, dan sebagainya.
- Melalui
musyawarah dan kerja sama, perjanjian dengan masyarakat sekitar, seperti
dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Qainuqa.
- Melalui
cara dan tindakan yang akomodatif, toleran, dan saling menghargai.
- Melalui
nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan demokratis.
- Menggunakan
bahasa kaumnya, melalui kadar kemampuan pemikiran masyarakat (ala qadri
uqulihim).
- Melalui
surat. Sebagaimana yang telah dikirim ke raja-raja berpengaruh pada waktu
itu, seperti pada Heraklius.
- Melalui
uswah hasanah dan syuhada ala an-nas, dan melalui peringatan, dorongan dan
motivasi (tarhib wa targhib).
- Melalui
Kelembutan dan pengampunan. Seperti pada peristiwa Fathul Mekah disaksikan
para pemimpin kafir Quraisy sambil memendam kemarahan dan kebencian.
Begitu pula isi hati Fadhalah, yang begitu dalam kebenciaanya kepada
Rasulullah sehingga ingin membunuhnya. Tanpa ia duga, Rasulullah
mengetahui suara hatinya tersebut. ketika ditegur dengan lembut, fadhalah
menjadi ketakutan dan mencoba berbohong untuk membela diri. Tetapi
Rasulullah tidak marah, bahkan melempar dengan senyumnya. Seketika
Fadhalah terpesona dengan reaksi orang yang hendak dibunuhnyatersebut. Ia
yang berada dalam puncak ketakutan merasakan kelegaan luar biasa. Tumbuh
simpatinya dan kebenciannya mulai surut. Hatinya benar-benar berbalik
ketika Rasulullah meletakan tangan kanan tepat di dadanya. Sentuhan fisik
refleksi dari kasih sayang Rasulullah ini benar-benar mengharubiru
perasaan Fadhalah. Kedengkian dan kebenciaan berubah menjadi kecintaan
yang mendalam.
E.
KAIDAH-KAIDAH DA’WAH RASULULLAH
Dari
prinsip dan langkah-langkah perjuangan Rasulullah saw di atas, dapat
diturunkan kaidah-kaidah dakwah Rasulullah saw sebagai berikut:
1)
Tauhidullah, yakni sikap mengesakan Allah dengan sepenuh hati, tidak
menyekutukan-Nya, hanya mengabdi, memohon, dan meminta pertolongan kepada Allah
SWT. Sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Kaidah ini bertujuan untuk
membersihkan akidah (tathir al-i’tiqad) masyrakat dari berbagai macam
khurajat dan kepercayaan yang keliru, menuju satu landasan, motivasi, tujuan
hidup dan kehidupan dari Allah dan dalam ajaran Allah menuju mardhatillah (min
al-Lah, fi al-Allah, dan ila Allah).
2)
Ukhuwah Islamiah, yakni sikap persaudaraan antarsesama muslim karena
adanya kesatuan akidah, pegangan hidup, pandangan hidup, sistim sosial, dan
peradaban sehingga terjalinlah kesatuan hati dan jiwa yang melahirkan
persaudaraan yang erat dan mesra, dan terjalin pula kasih sayang, perasaan
senasib sepenanggungan, serta memperhatikan kepentingan orang lain, seperti
mementingkan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, terhindar dari sikap
individualisme, fanatisme golongan, fir’aunisme, materialisme, dan dari segala
penyakit jiwa lainnya.
3)
Muswah, yakni sikap persamaan antar sesama manusia, tidak
arogan, tidak saling merendahkan dan meremehkan orang lain, tidak saling
mengaku paling tinggi. Ini karena perbedaan dan penghargaan di sisi Allah
adalah dilihat prestasi pengabdian dan ketakwaannya.
4)
Musyawarah, yakni sikap kompromis dan menghargai pendapat orang lain,
tidak menonjolkan kepentingan kelompok, memperhatikan kepentingan bersama untuk
meraih kemaslahatan dan kebaikan bersama. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah
saw, antara lain di Madinh, yaitu dengan munculnya Piagam Madinah. Ayat-ayat
yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S.
Ali-Imran: 159, Q.S. Asu’ara: 38.
5)
Ta’awun, yakni sikap gotong-royong, saling membantu, kebersamaan dalam
menghadapi persoalan dan tolong-menolong dalam hal-hal kebaikan. Ayat-ayat yang
dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Al-Maidah:
2, Q.S. At-Taubah: 71, q.s. Al-Anfal: 46.
6)
Takaful al-ijtima, yakni sikap pertanggungjawaban bersama senasib
sepenanggungan, kebersamaan dan sikap solidaritas sosial. Ayat-ayat yang dapat
dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. At-Tahrim: 6, Q.S.
Al-Baqarah:195.
7)
Jihad dan Ijtihad, yakni sikap dan semangat kesungguh-sungguhan, serius
menunjukan etos kerja yang tinggi, kreatif, inovatif dalam penyelesaian yang
dihadapi. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini,
antara lain: Q.S. Ash-Shaff: 4, 10-13.
8)
Fastahiq al-khayrat, yakni sikap dan semangat berlomba-lomba dalam
kebaikan, pada berbagai lapangan hidup dan kehidupan. Ayat-ayat yang dapat
dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran: 114,
Q.S. Al-Mu’minun: 57,61, Q.S. Al-Hadid: 21.
9)
Tasamuh, yakni silap toleransi, tenggang rasa, tidak memaksakan
kehendak, mengikuti dan melaksanakan sesuatu dengan landasan ilmu, saling
menghargai perbedaan pandangan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam
kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Az-Zumar: 18, Q.S. Al-Baqarah:
256, Q.S. Al-Ankabut: 46, Q.S. An-Nahl: 125, 109, 1-6.
10)
Istiqamah, yakni sikap dan semangat berdisiplin, tidak goyah, berjalan
terus di atas ajaran yang benar dengan penuh kesabaran. Ayat-ayat yang
dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain Q.S. Fushshilat:
6, 30, 32, Q.S. Al-Ahqaff: 13-14, Q.S. Asy-Syu’ara: 13-15.
F.
KEBERHASILAN DAN PENGARUH DA’WAH ISLAM
Sebelum
kita melangkah untuk melihat masa-masa terakhir kehidupan Rasulullah saw,
sepatutnya kita memberikan perhatian sekilas terhadap aktivitas agung yang
menjadi inti kehidupan beliau dan yang membedakan beliau dari seluruh Nabi dan
Rasul, sehingga Allah mengangkat beliau sebagai pemimpin orang-orang terdahulu
maupun orang-orang di kemudian hari.
Dikatakan
kepada Rasulullah saw: “Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk
shalat), di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya).” (al-Muzzamil:
1-2)
“Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah
peringatan!” (al-Muddatstsir: 1-2)
Maka,
beliau pun bangkit dan terus bangkit lebih dari dua puluh tahun, memikul beban
amanat besar di bumi ini, seluruh beban aqidah, beban perjuangan dan jihad di
berbagai medan.
Beliau
memikul beban perjuangan dan jihad di medan perasaan manusia yang tenggelam
dalam angan-angan dan konsepsi jahiliyah serta terbelenggu oleh kehidupan dunia
dan syahwat. Ketika perasaan manusia berhasil dibersihkan dari noda-noda
jahiliyah dan kehidupan dunia, mulailah peperangan lain di medan yang lain
pula, bahkan peperangan ini tiada putus-putusnya. Yaitu, peperangan melawan
musuh-musuh da’wah Islam yang bersekongkol untuk menghancurkan da’wah ini
sampai ke akarnya sebelum berkembang dan kokoh akarnya. Peperangan di jazirah
Arab hampir saja berakhir, Romawi sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi
umat yang baru ini serta menghadangnya di perbatasan bagian utara.
Ketika
semua ini berlangsung, peperangan pertama yaitu peperangan perasaan tidaklah
berhenti, karena peperangan ini bersifat abadi, peperangan melawan syaithan.
Sesaat pun syaithan tidak akan pernah meninggalkan aktivitasnya di dalam hati
manusia. Di sanalah, Muhammad saw bangkit menyerukan da’wah Allah, dan
melakukan peperangan yang tiada henti-hentinya di berbagai medan. Beliau
berjuang menghadapi kesulitan hidup, padahal dunia berada di hadapannya. Beliau
berjuang keras tidak kenal lelah, ketika orang-orang mu’min beristirahat
menikmati ketenangan dan ketentraman. Semua itu beliau lakukan dengan semangat
yang tak pernah kendor dan kesabaran tinggi. Beliau berjuang dalam melakukan
qiyamul lail dan beribadah kepada Rab-Nya, membaca Al-Qur’an, dan bermunajat
kepada-Nya sebagaimana yang diperintah-Nya.
Demikianlah,
beliau hidup dalam perjuangan dan peperangan yang tiada henti-hentinya lebih
dari dua puluh tahun. Selama itu, tidak pernah melalaikan suatu urusan karena
sibuk dengan urusan yang lain. Sehingga, da’wah meraih suatu keberhasilan yang
gemilang, sulit dicerna oleh akal manusia. Jazirah Arab tunduk kepada da’wah
Islam, debu-debu jahiliyah tidak berhamburan lagi di kawasan jazirah Arab, dan
akal yang menyimpang telah lurus kembali. Sehingga, berhala-berhala
ditinggalkan, bahkan dihancurkan. Udarapun dipenuhi oleh gema suara tauhid.
Suara adzan terdengar membelah angkasa di celah-celah padang pasir yang telah
dihidupkan oleh iman yang baru. Para da’i bertolak ke arah utara dan selatan
membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan menegakkan hukum-hukum Allah.
Berbagai
bangsa dan kabilah bertebaran di mana-mana bersatu padu. Manusia pun keluar
dari penyembahan terhadap hamba menuju peribadatan kepada Allah. Di sana, tidak
ada pihak yang memaksa dan dipaksa, tidak ada tuan dan hamba, penguasa dan
rakyat, orang yang zhalim dan terzhalimi. Semuanya adalah hamba Allah,
bersaudara dan saling mmencintai, dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Allah
telah menyingkirkan penyaki-penyakit jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek
moyang dari diri mereka. Di sana, tidaka ada kelebihan yang dimiliki oleh orang
yang berkulit merah atas orang berkulit hitam, kecuali ketaqwaannya. Seluruh
manusia adalah anak keturunan Adam, dan adam tercipta dari tanah.
Berkat
da’wah Islam, terwujudlah kesatuan Arab, keadilan sosial, kebahagiaan manusia
dalam segala urusan dunia dan akhirat. Perjalanan hari dan wajah bumi pun
berubah, demikian garis sejarah dan pola pikir.
Sebelum
ada da’wah Islam, dunia di kuasai oleh semangat kejahiliyahan, sehingga
perasaannya memburuk, jiwanya membusuk, nilai-niali moral dan norma-norma
sosialnya jadi kacau, dipenuhi kezhaliman dan perbudakan, dirongrong oleh
gelombang kemewahan dan kemiskinan, diliputi oleh kekufuran, kesesatan dan
kegelapan, meskipun pada saat itu sudah terdapat agama-agama langit. Namun,
agama itu telah jauh diselewengkan oleh manusia, sehingga menjadi lumpuh, tidak
berdaya menguasai manusia dan berubah menjadi beku, tidak hidup dan tidak
memiliki ruh.
Setelah
da’wah Islam tampil dan memainkan perannya dalam kehidupan manusia, jiwa manusia
menjadi bersih dari khayalan dan khurafat, perbudakan, kerusakan dan kebusukan,
kekotoran dan kemerosotan. Masyarakat pun menjadi bersih dari kezhaliman dan
kesewenang-wenangan, perpecahan dan kehancuran, perbedaan kelas, kediktatoran
penguasa, dan pelecehan para dukun. Da’wah ini tampil membangun dunia di atas
kesucian dan kebersihan, hal-hal yang bersifat positip dan membangun, kebebasan
dan pembaruan, pengetahuan dan keyakinan, kepercayaan, keadilan, kehormatan,
serta kinerja yang berkesinambungan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan
menjamin setiap orang untuk memperoleh hak-hak dalam kehidupan.
Berkat perkembangan-perkembangan ini,
jazirah Arab mengalami suatu kebangkitan yang penuh berkah, yang belum pernah
dialaminya sejak adanya bangunan di atas jazirah tersebut.