Cerpen Sedih : SEBARIS NYANYIAN DARI IBU
Ibuku malang ibuku tersayang…
Tatap matamu Satu,
seakan kasih sebening kaca.
Masa-masa duka,
Kau bangkitkan gaya jua
Dalam mengarungi gelombang samudra hidup ini.
Nasib tiada pernah kau ratapi
Kau terima dengan tabah
Kehidupan ini kau anggap bagai menggarap sawah
Dengan keringat sendiri kau tanamkan rasa harga diri.
Nyanyian itu taka kan pernah terlupakan olehku.
Nyanyian yang mengingatkan aku akan ibu yang
telah melahirkan aku dan membesarkan ku hingga aku menjadi seperti ini.
Aku sangat bersyukur karena aku mempunyai seorang ibu yang berhati mulia, yang
setiap malam selalu mengantar aku tidur sambil menyanyikan lagu itu, menasehati aku,
memberikan aku pujian dan membuat aku bangga padanya karena ketabahan hatinya. Meskipun sering
kali aku membuatnya kecewa tapi ibu tak pernah sedikit pun membesarkannya. Dia tahu bagaimana
yang seharusnya dia lakukan untuk memberiku semangat ketika aku merasa terpuruk,
patah hati dan hilang kendali atau arah. Ibu adalah teman yang
selalu mengisi hariku dan tempat berlabuh dimana semua kekesalanku terobati. Ibu,
aku rindu padamu... kapan kau akan menyanyikan lagu itu lagi?
Kapan kau akan menjaga aku ketika aku tengah sekarat,
dikala tak mampu untuk menyuap makanan.
Kaulah penolongku ibu. Aku rindu semua itu. Biar sedewasa apupun diriku, jika berada di
dekap mu aku merasa diriku seperti sepuluhtahun yang lalu. Merengek, manja dans elalu ceroboh.
Akhir-akhir ini, Aku tahu kau merasa terkekang dengan sikap ayah, merasa dihianati, merasa tak dihargai. Aku tahu kau sangat prustasi. Sering kali dalam keluarga kita terjadi percecokan dan semua kesalahan selalu dilimpahkan padamu. Kau menerimanya dengan lapang meskipun kau tahu sendiri kalau itu bukan kesalahmu. Ayah tak tahu apa-apa tentang kasih sayang yang kau berikan kepada kami. Dia hanya bisa menuntut dan menuntut agar kita menuruti semua kemauannya dan jika tidak, kitalah yang dianggap tak tahu berterimakasih atas nafkahnya. Kau tak pernah menyadarinya ibu, sehabis kau dan ayah bertengkar, aku tak pernah absen mengintipmu yang sedang menangis termangut-mangut dan kau sesekali menyalahkan dirimu sendiri. Ketika aku mulai terhanyut oleh tangisanmu, tanpa aku menyadari air mataku ikut menetes. Setitik, dua titik hingga mataku sembab.
Tak berakhir di situ. Semua orang mengejekmu, menghinamu karena kau dianggap tak berhasil dalam mengurus keluarga, karena kau disebut-sebut sebagai wanita jalang dan materialistis. Padahal mereka tidak tahu apa-apa. Mereka hanya pandai membuat masalah baru tanpa mengintropeksi diri mereka terlebih dahulu. Aku jadi geram mendengar kata-kata mereka. Kalau saja mereka bukan keluarga dekat kita, ingin rasanya aku menghantam dan menjahit mulut mereka agar berhenti membuat gosip yang tak sedap mengenaimu. Bukannya aku tak berani membelamu, hanya saja mereka terlalu tua, dan bukan kah ibu pernah menasehatiku, ”kalau ada orang yang berbuat nggak baik terhadap kita, kita harus diamkan karena karma masih berlaku di muka bumi ini.” dan aku sangat, sangat menghargai nasehatmu itu.
Itu bukan sekali, dua kali kau mendapat perlakuan tidak baik dari mereka. Mereka memang nggak punya perasaan Bu, dan yang terakhir kau di fitnah berselingkuh hingga terjadi percecokan yang paling hebat dari yang sebelumnya. Sebegitu tak tahannya dirimu atas ketidakadilan tersebut, kau terpaksa pergi meninggalkan aku dan Deddy. Kau pergi tepat pada saat aku trjaga oleh mimpi meskipun tanpa nyanyian itu. Kau pergi pada tanggal 17 januari 2010, pukul empat ketika fajar belum tampak dari wajah bumi. Kau pergi dengan membawa luka serta kesedihanmu. Padahal tujuh hari sebelumnya, kita baru saja melangsungkan pesta ulang tahunmu yang ke-42.
Aku bingung mencarimuibu.Aku mencoba untuk menghubungi keraba tdekat, kerabat jauh bahkan temanmu. Bertanya dimana kini kau berada, tapi mereka sama sekali tak mengetahuinya dan balik menanyaiku. Aku menangis ibu, dan kau tak tahu seberapa besar kekawatiranku dan Deddy yang begitu panik mencarimu kemana-mana. Seakan-akan kami berdua baru saja kehilangan jiwa kami, aku merasa tubuhku kosong, nafasku terasa berat. Berhari-hari aku mengingat dan memikirkan keadaanmu. Aku takut kalau sakit yang kau derita kambuh lagi karena kau tak akan mampu melangkah jika sakit itu kambuh. Aku takut jika aku tak bisa menemuimu lagi dan mendengarkanmu menyanyikan lagu itu untukku.
Bu saat itu tak ada lagi sandaran buataku untuk bercerita.Tak adalagi orang yang bisa aku percaya. Ayah terlalu sibuk dengan masa dudanya, adik juga, mereka hanya sibuk dengan diri mereka sendiri. Akulah kini yang bertanggungjawab, mengerjakan segala sesuatu di rumah. Ibu, sekarang aku tak bisa menikmati masa remajaku, itu semua karena tanggung jawabku yang tak bisa aku tinggalkan. Kerap kali aku jadi stres karena aku harus membagi waktuku antara sekolah dengan kerjaan. Aku juga tak pernah dihargai oleh mereka. Aku selalu saja dianggap tak bisa membuat mereka bangga, pada hal mereka tahu sendiri bagaimana letihnya aku karena memikul beban ini sendirian.
Ibu andai saja ada dua pilihan, satu-satunya yang ku pilih adalah ikut bersamamu, aku yang pertama kali yang akan ikut padamu, asalkan aku tetap berada di dekatmu, mendengarkan nyanyianmu, itu sudah membuatku merasa nyaman.
Sekali lagi aku ingin mendengarkan nyanyian itu ibu. Jika kita dipertemukan kembali, aku ingin kau nyanyikan lagu itu lagi untukku seperti sepuluhtahun yang lalu di saat aku masih merengek-rengek dan selalu minta kau rangkul.
Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga. Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya
24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada perkataan siang maupun malam,
tidak ada perkataan lelah ataupun tidak mungkin dan ini 366 hari dlm setahun.
Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja padahari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibusaja
"Mother's Day" sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya,
boro-boro memberikan hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.
Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar dari pada bunga maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu? Kapan kita terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terimakasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita?
Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar dari pada bunga maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu? Kapan kita terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terimakasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita?
Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
0 komentar:
Posting Komentar